PENGGUNAAN BAHASA ISYARAT BAGI PENYANDANG DISABILITAS PENDENGARAN (RUNGU/TULI) DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Manusia merupakan satu-satunya makhluk di dunia ini yang mendapatkan hak istimewa yang dalam wujud apapun tidak dapat dikurangi. Hak istimewa itu dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu hak krusial yang berhak dimiliki setiap manusia sebagai warga negara ialah hak linguistik atau bahasa. Linguistik yang digunakan dalam masyarakat Tuli untuk berkomunikasi adalah Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Bahasa isyarat tergolong dalam minoritas linguistik, karena di lingkungannya mayoritas menggunakan bahasa lisan sebagai alat komunikasi. Hal ini menyebabkan bahasa isyarat dikenali sebagai bahasa primitif dan bahasa �tarzan�. Sehingga dalam realitas sosiologis di masyarakat dijumpai begitu banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak Orang Tuli dalam berbagai bentuk diskriminasi. Oleh sebab itu, skripsi ini menjawab pertanyaan penelitian tentang bagaimana pengaturan dan eksistensi penggunaan bahasa isyarat bagi Penyandang Disabilitas Pendengaran (Rungu/Tuli) dalam perspektif hak asasi manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dari analisis penelitian ini adalah hak berbahasa isyarat sebagai Hak Asasi Manusia termaktub dalam UUD 1945 pasca amandemen, UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU no. 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dan UU no. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Namun fenomena diskriminasi yang terjadi pada Komunitas Tuli secara terus menerus dan berulang itu disebabkan karena hak untuk mendapatkan bahasa isyarat masih sangat minim karena kurangnya kepedulian masyarakat (ableism dan audism) atau karena tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai hak bahasa isyarat. Walaupun terdapat beberapa kebijakan negara terkait perlindungan HAM Orang Tuli dalam penggunaan bahasa isyarat, namun perlindungan terhadap hak tersebut masih jauh dari memuaskan, hal ini diperlukan implementasi yang lebih optimal

1.  UEU-Undergraduate-23925-COVER.Image.Marked.pdf - 144 KB
2.  UEU-Undergraduate-23925-HALAMAN PENGESAHAN.Image.Marked.pdf - 257 KB
3.  UEU-Undergraduate-23925-HALAMAN PUBLIKASI.Image.Marked.pdf - 293 KB
4.  UEU-Undergraduate-23925-ABSTRAK.Image.Marked.pdf - 261 KB
5.  UEU-Undergraduate-23925-KATA PENGANTAR.Image.Marked.pdf - 247 KB
6.  UEU-Undergraduate-23925-DAFTAR ISI.Image.Marked.pdf - 205 KB
7.  UEU-Undergraduate-23925-DAFTAR PUSTAKA.Image.Marked.pdf - 214 KB
8.  UEU-Undergraduate-23925-BAB1.Image.Marked.pdf - 258 KB

• TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEABSAHAN pENAHANAN DALAM PERKARA PIDANA (Studi Kasus No.11/Pid.Prap/2001/PN.JakSel)
• ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM KEAMANAN JARINGAN PADA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI MENGGUNAKAN ROUTER OS MIKROTIK
• DISKRIMINASI ATAS PEREMPUAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HAK ASASI MANUSIA
• PEMBERIAN SUAKA BAGI 43 WARGA PAPUA OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
• PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI DAN KORBAN DALAM PERKARA PIDANA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT
• TINJAUAN HUKUM MENGENAI DISHARMONI UNDANG-UNDANG NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DALAM PENERAPAN ADAT ISTIADAT DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANGUNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA
• PERLUNYA PENGESAHAN PASAL DI DALAM RUU KUHP MENGENAI SANTET (PRO DAN KONTRA SEPUTAR ISU SANTET DI INDONESIA)
• DEATH PENALTY EVALUATED FROM HUMAN RIGHTS PERSPECTIVE
• TINJAUAN YURIDIS PENJATUHAN PIDANA MATI TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2176 K/PID.SUS/2017)
• TINJAUAN HAM TERHADAP HAK-HAK TERPIDANA HUKUMAN MATI (Studi Kasus Putusan No.1415 K/Pid.Sus/2017)